JAKARTA, Lingkar.news – RUU Kesehatan telah disahkan menjadi Undang-Undang dalam Rapat Paripurna DPR RI ke-29 Masa Persidangan V Tahun Sidang 2022-2023 di Gedung Nusantara II, Senayan, Jakarta, Selasa, 11 Juli 2023. Namun, dalam pengesahan RUU Kesehatan mendapat penolakan yang tidak hanya berasal dari Partai Demokrat saja, melainkan PKS pun ikut menolak pengesahan RUU tersebut.
Dikutip dari laman DPP PKS pada Rabu, 12 Juli 2023, Anggota Fraksi PKS DPR RI Netty Prasetiyani Aher menyampaikan beberapa alasan Fraksi PKS menolak pengesahan RUU Kesehatan.
Ia menilai, pengaturan alokasi wajib anggaran (mandatory spending) kesehatan yang tidak dicantumkan dalam RUU Kesehatan merupakan kemunduran bagi upaya menjaga kesehatan rakyat Indonesia.
Edhie Yudhoyono Ungkap 2 Alasan Demokrat Tolak RUU Kesehatan
Ia juga mengatakan, proses penyusunan undang-undang ini menjadi preseden yang kurang baik dalam proses legislasi ke depan, karena waktu pembahasan yang pendek.
Selain itu, Fraksi PKS juga menyoroti adanya 101 ketentuan lebih lanjut dalam RUU ini yang akan diatur dengan Peraturan Pemerintah, dan pasal 476 RUU ini menyebutkan bahwa Peraturan Pelaksanaan dari Undang-Undang ini harus ditetapkan paling lama 2 (dua) tahun terhitung sejak diundangkan.
Lebih lanjut Netty menyampaikan pandangan Fraksi FPKS tentang penghapusan pasal yang melepaskan tanggung jawab pemerintah pusat terhadap jaminan kebutuhan hidup orang pada masa karantina rumah.
“Penghapusan pasal 52 ayat (1), pasal 55 ayat (1), dan pasal 58 dari UU Kekarantinaan Kesehatan yang berbunyi: ‘Selama penyelenggaraan Karantina Rumah, kebutuhan hidup dasar bagi orang dan makanan hewan ternak yang berada dalam Karantina Rumah menjadi tanggung jawab Pemerintah Pusat’ merupakan bentuk pelepasan tanggung jawab negara terhadap rakyat di masa wabah,” kata Netty.
Sebelumnya, Fraksi PKS juga sudah pernah menolak draft RUU Kesehatan, pada 14 Februari 2023 lalu. Dimana poin-poin pertimbangan PKS tertulis dalam lampiran “Pendapat Fraksi Partai Keadilan Sejahtera Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia Terhadap Rancangan Undang-Undang Tentang Kesehatan”. Lampiran tersebut telah ditandatangani oleh Ketua Fraksi PKS DPR RI, Jazuli Juwaini dan Sekretaris, Ledia Hanifa.
Dalam lampiran tersebut, terdapat 10 poin pertimbangan-pertimbangan yang menjadi alasan PKS menolak draft RUU Kesehatan pada bulan Februari lalu, yaitu pertama, Fraksi PKS berpendapat bahwa Negara berkewajiban untuk memenuhi salah satu hak dasar masyarakat yaitu mendapatkan layanan kesehatan yang berkualitas.
RUU Kesehatan Diparipurnakan Siang Ini, 5 Organisasi Profesi bakal Gelar Aksi
Kedua, penyusunan RUU kesehatan yang dibahas dengan metode omnibus ini tidak boleh menyebabkan kekosongan pengaturan, kontradisi pengaturan, dan harus memastikan partisipasi bermakna dalam penyusunan.
Ketiga, ada pengaturan dalam beberapa UU yang dihapuskan dalam draft RUU kesehatan. Keempat, dimunculkannya Pasal 395 pada RUU Kesehatan merupakan bentuk pelepasan tanggung jawab negara terhadap rakyat di masa sulit.
Kelima, penugasan pemerintah kepada BPJS harus disertai dengan kewajiban pemerintah dalam pendanaannya. Keenam, sangat tidak layak memasukkan klausul asuransi kesehatan komersial yang disandingkan dengan sistem jaminan sosial nasional.
DPR RI Edy Wuryanto Perjuangkan RUU Kesehatan Wujud Hadirnya Negara Beri Layanan Terbaik
Ketujuh, terdapat beberapa konsepsi yang kurang tepat dalam RUU Kesehatan yang timbul dari keterburu-buruan dan kurang memperhatikan partisipasi masyarakat. Kedelapan, ada kerawanan dalam draft RUU Kesehatan pada pasal 236. Kesembilan, Fraksi PKS juga berpendapat bahwa di semua Negara peraturan tentang profesi kesehatan diatur dalam UU tersendiri.
“Kesepuluh, anggaran kesehatan harus dialokasikan secara memadai untuk memastikan bahwa Negara memberi layanan kesehatan berkualitas yang aksesibel bagi masyarakat. Kesebelas, RUU berpotensi mengarahkan pengelolaan kesehatan rakyat Indonesia kepada mekanisme pasar yang cenderung menguntungkan pemilik modal,” demikian seperti yang dikutip dari lampiran pendapat Fraksi PKS DPR RI terhadap RUU Kesehatan. (Lingkar Network | Lingkar.news)