SURABAYA, Lingkar.news – Ketua DPRD Kota Surabaya Adi Sutarwijono menegaskan penertiban alat peraga berupa baliho maupun spanduk dari para bakal calon legislatif (caleg) di Kota Pahlawan perlu sosialisasi terlebih dahulu.
“Kalau dari kaca mata politik harusnya ada proses sosialisasi,” kata Adi Sutarwijono di Surabaya, pada Jumat, 25 Agustus 2023.
Hal itu disampaikan berkaca pada proses di pemilu-pemilu sebelumnya dimana saat itu ada proses MoU atau kesepakatan bersama antara partai politik dengan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Surabaya terkait dengan pemasangan alat peraga caleg. Termasuk juga dengan Pemkot Kota Surabaya, kepolisian dan kejaksaan yang berkaitan dengan pemilu.
Sehingga, lanjut Adi, terjadi kesepakatan yang bisa dipegang dan dijalankan bersama. Kemudian, semua peserta pemilu akan lebih tahu mana yang pemilu dan yang bukan termasuk para calegnya.
Selain itu, Adi menjabarkan bahwa keberadaan alat peraga berupa banner, baliho, spanduk dan lainnya dari para caleg ini di satu sisi juga sebagai media informasi bagi para caleg agar bisa diketahui para pemilih.
“Jangan sampai masyarakat ini minim akan informasi terhadap sosok caleg yang akan dipilih. Sehingga dengan adanya banner atau baliho ini bisa memberikan informasi, jadi tidak seperti membeli kucing dalam karung,” jelasnya.
Meskipun demikian, Adi juga tak menampik jika keberadaan banner atau baliho caleg ini juga mempengaruhi estetika kota yang dikeluhkan juga oleh warga masyarakat.
“Dari pemkot, saya dengar karena memandang dari aspek ketertiban umum tentang estetika kota dan juga perda. Seperti satu titik ada 3 sampai 8 baliho partai politik terpasang menyebabkan warga kesulitan lewat untuk berjalan. Sehingga mendapatkan komplain datang dari wali kota selaku kepala pemerintahan yang bertanggung jawab keadaan di kota Surabaya,” terangnya.
Kedua hal itu, harus dicarikan titik temunya karena para caleg dari partai politik ini juga butuh sosialisasi ke masyarakat sedangkan estetika kota juga harus dijaga.
“Estetika tetap dijaga, namun pemasangan baliho disepakati bersama. Maka, itu butuh panduan dan teknis sosialisasi yang lebih praktis, mana yang boleh atau tidak,” pungkasnya. (Lingkar Network | Anta – Lingkar.news)