Jakarta, Lingkar.news – Arief Prasetyo Adi, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) berharap peningkatan keberagaman konsumsi pangan dalam negeri bisa ditingkatkan secara masif, bukan hanya bergantung pada beras, guna mewujudkan ketahanan pangan nasional.
“Indonesia memiliki sumber pangan sangat beragam. Jadi, misalnya bukan hanya beras sebagai pangan sumber karbohidrat, tapi ada juga talas, sagu, jagung, singkong, dan lainnya. Ini perlu terus diangkat sehingga pangan yang bersumber dari produksi dalam negeri ini bisa menopang ketahanan pangan nasional,” kata Arief dalam keterangan di Jakarta, Jumat (3/5)
Menurut Arief, untuk mewujudkan masa depan pangan yang berdikari hal itu penting diperhatikan, bertumpu pada upaya peningkatan produksi pangan. Karena itu, pemenuhan produksi pangan dalam negeri menjadi keniscayaan dalam membangun ketahanan pangan nasional yang berbasis pada kemandirian dan kedaulatan pangan dalam negeri.
Arief melanjutkan, bahwa yang diperlukan saat ini adalah mental-mental berdikari, dimana produk-produk yang dapat dihasilkan di dalam negeri harus terus ditingkatkan.
Dia menuturkan Badan Pangan Nasional sebagai institusi pemerintah tidak hanya berfokus pada aspek ketersediaan dan stabilisasi pangan, tetapi juga aspek lainnya yang terkait peningkatan kualitas, keragaman, dan keamanan pangan.
“Badan Pangan Nasional sebagai lembaga yang keberadaannya baru dua tahun terakhir ini memiliki peran yang penting, di mana dalam lembaga ini tidak hanya menangani urusan ketersediaan dan stabilisasi pangan tetapi juga ada kerawanan pangan dan gizi serta penganekaragaman konsumsi dan keamanan pangan,” ungkap Arief.
Ia menyebutkan kampanye pangan Beragam, Bergizi Seimbang dan Aman (B2SA) digencarkan Bapanas menjadi salah satu upaya mengedukasi masyarakat untuk memiliki kesadaran mengonsumsi makanan yang beragam, bergizi seimbang dan aman.
“Sehingga ke depannya dapat membentuk sumber daya manusia yang sehat, aktif dan produktif melalui penyediaan aneka ragam pangan yang bersumber dari potensi pangan lokal,” ujar Arief.
Arief berharap kedepannya tidak ada lagi ketergantungan di salah satu komoditas pangan. Begitu juga dengan edukasi “Stop Boros Pangan” yang berupaya menekan angka susut dan limbah pangan sehingga dapat menekan nilai kerugian ekonomi dari makanan yang terbuang.
Untuk membangun ketahanan pangan yang kuat, Arief menekankan bahwa sinergi bersama pemangku kepentingan terkait merupakan keharusan dalam membangun ekosistem pangan nasional.
“Pangan itu memang tidak bisa dikelola hanya oleh satu kementerian atau lembaga dan tanpa dukungan sinergi serta kolaborasi dari seluruh pihak, termasuk bersama pemerintah daerah” ungkap Arief.
Arief melanjutkan bahwa salah satu contoh konkret adanya sinergi Bapanas bersama kementerian dan lembaga terkait adalah dengan mempersiapkan cadangan pangan pemerintah yang telah diamanatkan dalam Perpres Nomor 125 Tahun 2022.
“Dimana beras, jagung dan kedelai telah menjadi tugas dan kewenangan Bulog untuk dikelola, adapun komoditas pangan yang lain diserahkan kepada ID Food beserta anak perusahaannya bersama dengan PTPN,” kata Arief.
Arief juga menjelaskan bahwa Bapanas bertugas untuk menjaga di dua sisi, mulai dari hulu hingga hilir, sehingga terdapat keberlanjutan pertumbuhan ekosistem ketahanan pangan nasional.
Pada sisi hulu dengan mengutamakan kesejahteraan petani, sedangkan di sisi hilir dengan menjaga inflasi melalui bantuan pangan kepada masyarakat bersama Bulog.
“Inflasi kita dari tahun ke tahun 3,05 persen ini sangat baik dibanding negara lain dan masih berada di bawah kontrol,” tegasnya.
Arief mengakui jika beras masih menjadi komponen volatile (bergejolak) yang cukup berpengaruh terhadap inflasi nasional, yakni sebesar 0,74 persen yoy. Untuk itu Bapanas sesuai arahan presiden berupaya menstabilkan harga beras, salah satunya dengan memberikan bantuan pangan beras kepada 22 juta keluarga penerima manfaat (KPM) di seluruh Indonesia.
“Impact-nya bisa kita lihat, inflasi ditahan kontribusinya tidak terlalu tinggi, dan (bantuan) ini tidak ada kaitannya dengan politik. Kita harus bangun ekosistem mulai dari produksi, input, kemudian teknologi pasca panen, penyimpanan sampai distribusi bahkan hingga outlet. Bicara pangan tidak boleh parsial tapi harus end to end,” tambah Arief. (rara-lingkar.news)