DPR Kritik Penjualan Semen Indonesia Kalah Saing hingga Oversupply

JAKARTA, Lingkar.news Wakil Ketua Komisi VI DPR RI, Andre Rosiade, mengkritik PT Semen Indonesia (SIG) yang menurun bahkan kalah saing meskipun dapat dukungan politik.

Oleh karena itu ia meminta agar kebijakan operating holding company PT Semen Indonesia (SIG) diubah menjadi strategic holding company. Andre berpendapat, model operating holding tidak efektif dan merugikan anak-anak perusahaan SIG.

Andre mengatakan dengan strategic holding, perusahaan induk cukup menetapkan KPI dan SOP, sementara anak perusahaan bisa bergerak lebih maksimal dan gesit.

“Strategic holding itu menetapkan KPI, SOP. Nanti anak perusahaan bekerja, lebih maksimal, lebih gesit bergerak,” kata Andre dalam rapat dengar pendapat bersama Direktur Utama Semen Indonesia (Persero) Tbk beserta subholding pada Rabu, 4 Desember 2024.

Andre menegaskan bahwa dengan penerapan strategic holding, anak perusahaan seperti Semen Padang, Semen Tonasa, dan Semen Gresik bisa lebih berkembang, termasuk dalam menentukan pasar mereka sendiri.

Oleh karena itu mengusulkan agar direksi SIG dievaluasi jika tidak mampu meningkatkan kinerja perusahaan.

“Jadi saya ingin kita fair. Ini harus dievaluasi secara menyeluruh tidak lagi operating holding,” tegasnya.

Selain itu, Andre menyinggung bahwa selama ini Komisi VI DPR telah memberikan dukungan besar terhadap SIG demi menyelamatkan industri semen sebagai industri strategis nasional.

Salah satunya menyelesaikan persoalan persaingan usaha berupa praktik predatory pricing yang dilakukan oleh PT Conch South Kalimantan Cement. Dengan dorongan dari Komisi VI DPR RI, Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) menyatakan semen Conch bersalah dan menjatuhi hukuman denda mencapai Rp 25 miliar.

Kemudian Komisi VI juga mendukung moratorium pembangunan pabrik semen baru. Namun meski banyak dukungan, kinerja SIG tetap menurun, dengan EBITDA (Earnings Before Interest, Taxes, Depreciation, and Amortization) yang turun dan pangsa pasar yang menurun. Bahkan kalah saing dengan perusahaan swasta seperti Indocement dan Semen Merah Putih.

“Saya punya data, Indocement itu di K3, bisa dapat penjualan di angka Rp621 miliar dengan kiln semen sebanyak 12 buah. Lalu semen Merah Putih yang punya 2 kiln semen bisa membukukan Rp252 miliar. Sementara itu SIG dengan 23 kiln semen hanya mampu membukukan penjualan Rp 218 miliar,” tutur Andre.

Andre mengkritik strategi SIG yang dinilai salah, seperti intervensi dalam distribusi yang membuat distributor kuat hengkang dan beralih ke pesaing. Ia juga menyebut bahwa fokus SIG lebih pada laporan EBITDA dan tantium ketimbang keberlanjutan dan kualitas pabrik.

Untuk itu, ia mendesak evaluasi menyeluruh terhadap kebijakan operating holding dan kinerja direksi SIG agar perusahaan dapat bersaing dengan lebih baik. (Lingkar Network | Lingkar.news)