JAKARTA, Lingkar.news – Sebanyak 5 organisasi profesi kesehatan, di antaranya Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI), Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI), dan Ikatan Apoteker Indonesia (IAI) menggelar aksi damai penolakan RUU Kesehatan Omnibus Law di Jakarta pada Senin, 8 mei 2023.
Aksi damai itu dimaksudkan untuk menghentikan pembahasan RUU Kesehatan Omnibus Law oleh pemerintah. Sejumlah tuntutan yang disuarakan di antaranya jaminan perlindungan hukum kepada tenaga kesehatan, termasuk dokter yang dinilai belum terakomodasi dalam RUU Kesehatan.
Sedangkan, sejumlah poin krusial dalam RUU Kesehatan yang dimaksud di antaranya penghapusan organisasi profesi dari undang-undang kesehatan, fungsi organisasi profesi diambil alih pemerintah, ancaman pidana 3 hingga 5 tahun jika terjadi kelalaian dokter terhadap pasien, hingga ancaman ganti rugi materi jika ada kelalaian.
Dilansir dari laman resmi Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pada Selasa, 9 Mei 2023, kelima organisasi profesi kesehatan yang menolak RUU tersebut juga karena mereka tidak dilibatkan dalam perancangannya. Padahal mereka adalah representasi formal profesi dokter, dokter gigi dan perawat, yang akan terimbas oleh legislasi tersebut.
Dalam laman resmi IDI juga dijelaskan bahwa, setidaknya terdapat 2 isu krusial dalam draft RUU Kesehatan terkait dengan praktik kedokteran.
Pertama, marginalisasi organisasi profesi yang menyebutkan bahwa setiap jenis tenaga kesehatan hanya dapat membentuk satu organisasi profesi saja.
“Pasal 296 ayat 2 menyebutkan bahwa setiap jenis tenaga kesehatan hanya dapat membentuk satu organisasi profesi. Prinsip ini sebenarnya bagus; sayangnya, terdapat pasal lain yang paradoks dan membuat prinsip ini mentah,” demikian artikel dari IDI, oleh Iqbal Mochtar selaku Pengurus PB IDI dan PP IAKMI dan Ketua Perhimpunan Dokter Indonesia Timur Tengah.
Selanjutnya, di Pasal 184 Ayat 1, adanya pengelompokan tenaga kesehatan ke dalam 12 jenis, namun dari beberapa jenis tersebut, terbagi lagi ke dalam beberapa kelompok.
Kedua, Menteri dan kementerian menjadi super body sebagai penentu semua domain kesehatan dan berwenang mengisisasi, membuat, serta mengesahkan standar pendidikan, standar kompetensi dan standar pelayanan, dalam Pasal 235.
Tak hanya itu, kontroversi lainnya adalah terkait indikasi penggabungan semua profesi yang dianggap rancu karena dokter dan dokter gigi saja adalah dua profesi berbeda.
Sementara itu, dikutip dari Instagram resmi IDI Kalimantan Selatan pada Selasa, 9 Mei 2023, pihaknya memberikan 12 alasan penolakan pengesahan RUU kesehatan. Keduabelas alasan penolakan tersebut antara lain:
- Penyusunan RUU Kesehatan cacat prosedur karena dilakukan secara tertutup, tanpa partisipasi masyarakat sipil dan organisasi profesi.
- Sentralisme kewenangan menteri kesehatan yaitu kebijakan ditarik ke kementerian kesehatan tanpa melibatkan masyarakat, organisasi profesi mencerdai semangat reformasi.
- Pendidikan kedokteran untuk menciptakan tenaga kesehatan murah bagi industri kesehatan sejalan dengan masifnya investasi.
- Sarat kriminalisasi terhadap tenaga kesehatan dengan dimasukkan pidana penjara dan denda yang dinaikkan hingga tiga kali lipat.
- RUU Kesehatan mengancam keselamatan rakyat dan hak rakyat atas pelayanan kesehatan yang bermutu dan dilayani oleh tenaga kesehatan yang memiliki etik dan maraf yang tinggi.
- RUU Kesehatan mempermudah mendatangkan tenaga kesehatan asing berpotensi mengancam keselamatan pasien.
- RUU Kesehatan berpihak kepada investor dengan mengabaikan hak-hak masyarakat, hak-hak tenaga medis dan tenaga kesehatan akan perlindungan hukum dan keselamatan pasien.
- RUU Kesehatan mengancam ketahanan bangsa serta mengkebiri peran organisasi profesi yang telah hadir untuk rakyat.
- Pelemahan peran dan indenpendensi Konsil Kedokteran Indonesia dan Konseil Tenaga Kesehatan Indonesia dengan berada dan bertanggungjawab kepada menteri bukan Presiden lagi.
- Kekurangan tenaga kesehatan, dan permasalahan maldistribusi adalah kegagalan Pemerintah bukanlah kesalahan organisasi profesi.
- RUU Kesehatan hanya mempermudah masuknya tenaga kesehatan asing tanpa kompetensi keahlian dan kualifikasi yang jelas.
- RUU Kesehatan mengabaikan hak masyarakat atas fasilitas pelayanan kesehatan yang layak, bermutu, dan manusiawi.
“12 alasan stop Omnibus Law,” tulis akun Instagram @idikalsel_official dengan menyertakan video duabelas alasan penolakan RUU Kesehatan Omnibus Law.
Manfaat Omnibus Law
Sementara itu, dibalik ramainya penolakan terhadap RUU Kesehatan, RUU kesehatan memiliki beberapa manfaat.
Dilansir dari laman resmi Republik Indonesia atau Portal Resmi Indonesia, beberapa manfaat itu antara lain, RUU Kesehatan akan mempermudah masyarakat mendapatkan layanan kesehatan yang berkualitas, meningkatkan kemandirian dalam memproduksi sediaan farmasi seperti obat dan alat kesehatan serta mempersiapkan masyarakat menghadapi krisis kesehatan di masa kini dan nanti.
RUU juga akan meningkatkan efisiensi pembiayaan kesehatan, meningkatkan produksi tenaga medis dan tenaga kesehatan yang berkualitas dan mewujudkan digitalisasi sistem kesehatan serta inovasi teknologi kesehatan. (Lingkar Network | Lingkar.news)