Bondowoso, LINGKAR.NEWS– Kabupaten Bondowoso, Jawa Timur, sejak tahun 2016 dikenal sebagai “Republik Kopi” karena perkebunan di wilayah itu banyak ditanami kopi. Bondowoso juga telah dikenal sebagai penghasil kopi arabika terbaik dan memiliki cita rasa yang khas.
Kawasan Besuki Raya (Kabupaten Bondowoso, Jember, Banyuwangi, dan Situbondo) sejak zaman penjajahan Belanda dikenal sebagai penghasil kopi yang sudah dikenal oleh dunia, seperti Desa Kalisat Jampit, Blawan, dan Pancur di Kecamatan Sempol (saat ini Kecamatan Ijen) yang merupakan area perkebunan di bawah PTPN XII dan sudah dikenal di dunia.
Bupati Bondowoso periode 2008-2013 dan 2013-2018, Amin Said Husni, pada Mei 2016 meluncurkan semacam tagline “Bondowoso Republik Kopi” sebagai bentuk penegasan bahwa pemerintah daerah di bawah kepemimpinannya bertekat mengembangkan kopi untuk peningkatan ekonomi rakyat.
Untuk memperkuat brand kopi daerah itu, Pemkab Bondowoso mengarahkan para petani rakyat yang berhimpun dalam satu kawasan di Pegunungan Ijen dan lereng Gunung Raung. Pengembangan klaster itu kemudian dikenal sebagai penghasil kopi “Java Ijen-Raung”.
Para petani kopi di Kota Tapai itu pun bergembira dengan dideklarasikannya “Bondowoso Republik Kopi”. Karena Bondowoso makin dikenal sebagai penghasil kopi spesial yang diminati, tidak hanya di dalam negeri, tepi juga dunia. Karena itu, masyarakat yang bergerak di bidang kopi, termasuk petaninya, menjadi bersemangat.
Apalagi, setelah Pemerintah memfasilitasi eskpor kopi Bondowoso ke sejumlah negara di Eropa, seperti Swiss dan Inggris, serta sejumlah negara lainnya. Kopi Bondowoso juga diekspor ke sejumlah negara di Asia, yakni Singapura, dan Malaysia. Bahkan, Korea Selatan dan Taiwan juga sudah mulai menyatakan minat membeli kopi asal Bondowoso.
Asosiasi Petani Kopi Indonesia (APKI) mencatat ekspor kopi arabika dari Kabupaten Bondowoso pada tahun 2016 mencapai 1.600 ton atau melebihi dari target tahunan 1.000 ton.
Oleh karena itu, asosiasi selalu menekankan kepada seluruh petani kopi di Bondowoso agar tetap menjaga kualitas kopi arabika di tengah semakin banyaknya peminat dari sejumlah negara.
Gaung “Bondowoso Republik Kopi” sempat meredup dalam beberapa tahun terakhir dan pada 2023 ini, semua pihak yang terkait dengan kopi, kembali bergairah, setelah Gubernur Jawa Timur Khofifah Idar Parawansa berkunjung ke Kampung Kopi Kluncing, Desa Sukorejo, Kecamatan Sumberwringin, Kabupaten Bondowoso, dan memberikan semangat kepada masyarakat untuk kembali bangkit.
Gubernur Khofifah menyatakan bahwa Kabupaten Bondowoso merupakan salah satu daerah penghasil kopi terbesar di Jawa Timur. Sekitar 60 persen kopi arabika di Jawa Timur dihasilkan dari pegunungan Ijen dan Raung, dengan luasan kebun saat ini mencapai 68,73 hektare.
Bondowoso juga memiliki kopi andalan, yakni subvarietas “Blue Mountain” yang telah mendapatkan Sertifikat Perlindungan Hak Indikasi-Geografis pada tahun 2013.
Cita rasa khas dari kopi Blue Mountain menyebabkan produk kopi arabika memiliki daya jual dan daya saing yang tinggi di pasar kopi internasional.
Dalam kurun waktu 2020 hingga 2021, Jawa Timur menjadi provinsi dengan nilai ekspor terbesar ketiga, setelah Lampung dan Sumatra Utara, sesuai data dari Badan Pusat Statistik (BPS).
Rinciannya, pada 2020 nilai ekspor sebesar 103,4 juta dolar AS, dan pada 2021 133 juta dolar AS. Pada Oktober 2022, kinerja ekspor kopi dari Jawa Timur berhasil mencapai 81.495.107 kilogram dengan nilai mencapai 186,22 juta dolar AS.
Pada tahun 2022, luas areal tanaman perkebunan kopi di Jawa Timur mencapai 113.148 hektare. Seluas 25.730,13 hektare atau setara 22,63 persen, di antaranya merupakan pemanfaatan kawasan hutan yang dikelola Perum Perhutani, melalui pola agroforestri atau wana tani.
Pemprov Jatim mencatat kopi asal daerah itu khusus untuk tahun 2023 dieskpor sebesar 6 juta dolar AS.
Untuk meningkatkan produktivitas kopi, Perum Perhutani, Kementerian BUMN, serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kementerian LHK), baru baru ini telah meluncurkan Platform Kemitraan Sosial Socio Forest di Kabupaten Bondowoso.
Aplikasi Socio Forest diyakini mampu meningkatkan produktivitas kopi. Selain itu, pengembangan pemanfaatan kawasan hutan agroforestri tercatat lebih efisien dan efektif memperkuat ketahanan pangan.
Palatform yang berfungsi sebagai komunikasi antara petani dengan pendamping serta Perhutani selaku pengelola hutan, bisa terpantau dan diketahui dengan mudah mengenai data petani kopi, ketersediaan lahan, riwayat budi daya, hingga progres yang sudah dikerjakan maupun yang belum dikerjakan.
Aplikasi Socio Forest merupakan platform digital kemitraan sosial dari 88 Proyek Strategis Kementerian BUMN. Platform ini dikembangkan dengan strategic delivery unit (SDU) dalam meningkatkan produktivitas agroforestri, optimalisasi lahan hutan, serta penyelarasan kepentingan para pihak dalam upaya transparansi model bisnis kerja sama sosial.
Proyek percontohan penerapan program perhutanan sosial melalui aplikasi Socio Forest, rencananya akan dilaksanakan di 6 KPH dengan luas areal garapan seluas 1.174 ha melalui pola agroforestri, 7 LMDH/KTH sebagai mitra dan melibatkan 2.123 orang petani.
Platform Socio Forest ini juga untuk membangun ekosistem bersama guna mendukung projek percontohan bagi masyarakat pengelola hutan sosial di kawasan Perhutani, salah satunya di Kabupaten Bondowoso.
Dukungan Pemerintah pusat dengan diluncurkannya Platform Kemitraan Sosial Socio Forest di Kabupaten Bondowoso, itu telah mampu menggaungkan kembali “Bondowoso Republik Kopi”. ( ARA – LINGKAR.NEWS )