JAKARTA, Lingkar.news – Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Puan Maharani terus menekankan pentingnya penerbitan aturan turunan pelaksana Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS), mengingat Indonesia tengah menghadapi situasi darurat kekerasan seksual. Desakan tersebut dinilai perlu mendapat respons cepat dari Pemerintah.
Dalam pernyataannya, berkali-kali Puan meminta pemerintah untuk segera mengeluarkan aturan teknis UU TPKS agar dapat diimplementasikan dengan lebih optimal. Sebab penyelesaian kasus kekerasan seksual dapat lebih efektif jika menggunakan UU TPKS.
Diketahui, perempuan pertama yang menjabat sebagai Ketua DPR RI itu sudah berulang-ulang menyuarakan agar pemerintah segera menerbitkan aturan teknis dari UU TPKS sehingga dapat diterapkan dengan lebih efektif. Mantan Menko PMK ini geram dengan maraknya kasus-kasus kekerasan seksual yang terus terjadi di Indonesia, dimana korbannya mayoritas adalah perempuan dan anak.
“Kasus kekerasan seksual di Indonesia sudah menjadi fenomena gunung es. UU TPKS sudah disahkan lebih dari satu tahun, tapi belum bisa efektif diimplementasikan karena aturan teknisnya belum diterbitkan,” ungkapnya.
Berdasarkan Pasal 91 UU TPKS, peraturan pelaksana ditetapkan paling lambat dua tahun sejak UU ini diundangkan. Meski begitu, menurut Puan, Pemerintah seharusnya bisa mempercepat penerbitan aturan turunan UU TPKS mengingat kasus kekerasan seksual sudah darurat di Indonesia.
“Penyelesaian aturan teknis UU TPKS harus menjadi prioritas mengingat kita menghadapi situasi darurat kekerasan seksual, harus ada gerak cepat dari Pemerintah,” ucapnya.
Menurut laporan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), terdapat sebanyak 11.016 kasus kekerasan seksual pada tahun 2022. Dari jumlah tersebut, kasus kekerasan seksual terhadap anak mencapai 9.588 di mana terjadi peningkatan dari tahun sebelumnya yang berjumlah 4.162 kasus.
Kemudian, Komisi nasional (Komnas) Perempuan mencatat, kasus kekerasan seksual menjadi yang terbanyak dilaporkan pada tahun 2022. Terdapat 2.228 kasus yang memuat kekerasan seksual atau 65 persen dari total 3.422 kasus kekerasan berbasis gender.
“Sudah banyak sekali kasus kekerasan seksual di Indonesia. Mau tunggu sampai kapan? Penyelesaian seharusnya tidak hanya berhenti dengan dihukumnya pelaku. Selain rehabilitasi korban, upaya pencegahan harus menjadi prioritas,” tegasnya.
Puan menambahkan, implementasi UU TPKS dapat memutus rantai kekerasan seksual di Indonesia karena memuat aturan upaya pencegahan. Puan mengatakan, upaya perlindungan masyarakat dari tindak kekerasan seksual dimulai dari tahapan pencegahan.
“Penyelesaian fenomena gunung es kasus kekerasan seksual memang harus dilakukan dari hulu ke hilir. UU TPKS sebagai hasil perjuangan banyak pihak juga dapat mengatur hak-hak pemulihan psikologis serta restitusi dan kebutuhan lainnya dari korban. Maka penting sekali aturan teknis UU TPKS segera diterbitkan,” tuturnya. (Lingkar Network | Koran Lingkar)