PAMEKASAN, LINGKAR – Pemerintah tengah gencar menggalakkan upaya peningkatan produksi garam nasional. Didukung dengan Perpres Nomor 126 Tahun 2022. Namun, dalam realisasinya, para petani garam masih jauh dari kata sejahtera.
Para petani garam di Pulau Madura tengah menyuarakan aspirasinya terhadap Perpres tersebut. Mereka menuntut agar Perpres segera direalisasikan.
“Selain pentingnya pembangunan infrastruktur yang mendukung pada peningkatan produksi garam, penerapan harga pokok pembelian oleh pemerintah juga penting. Mengingat komoditas garam sudah menjadi kebutuhan dan menyangkut hajat hidup orang banyak,” kata Ketua Forum Petani Garam Madura (FPGM) Ubaid, Kamis (3/7).
Menurutnya, Perpres Nomor 126/2022 merupakan bentuk komitmen dan tanggung jawab pemerintah dalam upaya memenuhi kebutuhan garam nasional. Yakni dengan pembangunan infrastruktur yang berkaitan dengan peningkatan produksi garam dan pemberdayaan petani garam.
Namun, kata Ubai, realisasi komitmen itu hingga kini belum terlaksana dengan baik. Tingkat kesejahteraan ekonomi petani garam masih harus diperjuangkan.
“Bertahun-tahun kami memperjuangkan agar pemerintah menetapkan HPP (Harga Pokok Penjualan, red) garam rakyat, standarisasi mutu di tingkat garam bahan baku, dan kebijakan importasi garam yang berkeadilan,” tegas tokoh petani garam Pamekasan Fathor Rokhim. Selain itu, belum ada wujud nyata berupa Peraturan Perundang-undangan atau menetapkan komoditas garam sebagai kebutuhan pokok dan barang penting.
Disisi lain, harga garam rakyat di ambang kehancuran. Hanya Rp750 per kilogram. Lebih rendah dari biaya produksi yang mencapai Rp800 per kilogram.
Terlebih hasil garam tahun ini juga kurang baik. Lantaran cuaca kurang mendukung saat musim produksi garam akibat kemarau basah. Yakni seringnya hujan.
“Oleh karena itu, peran aktif kementerian terkait tentu sangat penting dan diharapkan oleh masyarakat, termasuk peran pemerintah di berbagai tingkatan, baik di tingkat kabupaten maupun provinsi,” tutur seorang tokoh petani garam Pamekasan Fathor Rokhim, kemarin.
Sementara itu, seorang petani garam asal Kabupaten Sampang, Syaiful Ulum menyoroti soal pentingnya peningkatan posisi tawar petani garam di Madura yang sangat lemah.
Dalam arti, petani garam tidak bisa menawar harga yang ditawarkan. Menurutnya, perlu ada program pemerintah yang berpihak kepada mereka.
“Saya sangat prihatin dengan kondisi harga garam rakyat saat ini yang tidak berpihak pada petani garam. Sampai kapan kejadian yang terus berulang dari tahun ke tahun yang menempatkan petani garam pada posisi tawar yang lemah dan merugi akan terus berlangsung”, ujar Ulum.
Ulum menegaskan, di sisi lain para petani garam yakin, jika pemerintah memperhatikan keluhan mereka mengenai kendala yang terjadi di lapangan selama ini, maka target pemerintah agar produksi garam bisa meningkat bisa terwujud. “Sebab di samping terlaksananya ketentuan yang berpihak, yang penting juga dilakukan adalah menjaga harga jual garam yang layak,” tutupnya. (RARA – LINGKAR)