
Malang Raya LINGKAR.NEWS – DPRD Kota Malang merekomendasikan pemerintah daerah setempat melaksanakan normalisasi drainase sebagai upaya mencegah terulangnya peristiwa bencana banjir.
Ketua DPRD Kota Malang Amithya Ratnanggani Sirraduhita menyampaikan bahwa proses penanggulangan bencana banjir memerlukan normalisasi semua saluran drainase. Hal itu disampaikannya seusai pelaksanaan Rapat Kerja Evaluasi Penanggulangan Bencana Daerah yang digelar di Gedung DPRD setempat, Senin malam (08/12/2025).
“Proses penanggulangan seperti itu, normalisasi (drainase) semua saluran,” kata Amithya Ratnanggani Sirraduhita.
Ia mengemukakan bahwa normalisasi bertujuan untuk kembali membuka jalur air pada drainase yang sempat tertutup sedimentasi. Rekomendasi ini berkaca pada kejadian banjir yang melanda 39 titik di Kota Malang pada Kamis (4/12/2025) lalu.
Dari hasil peninjauan pemerintah daerah setempat, kejadian banjir tersebut dipicu oleh sumbatan penumpukan sampah yang berandil pada terjadinya sedimentasi pada saluran air. Selain normalisasi, DPRD Kota Malang juga merekomendasikan pelaksanaan revitalisasi untuk mengembalikan fungsi drainase seperti semula.
“Mayoritas adalah tidak berfungsinya saluran-saluran air, irigasi, dan sungai dengan semestinya. Sungai itu kan sudah jadi tempat sampah, makanya tadi kami hadirkan Dinas Lingkungan Hidup (DLH),” ujarnya.
Amithya menilai bahwa selama ini penanganan banjir yang dilakukan oleh jajaran eksekutif masih belum membuahkan hasil maksimal. Oleh karena itu, normalisasi dan revitalisasi perlu dilakukan secepatnya karena menyangkut keselamatan masyarakat. Meski demikian, dua langkah ini merupakan strategi jangka pendek dan perlu diteruskan melalui penguatan penanggulangan kebencanaan.
Pihaknya meminta agar Sekretaris Daerah (Sekda) Kota Malang membuat detail peta jalan penanggulangan banjir, mulai pra hingga pascabencana, agar ke depannya kejadian serupa tidak terjadi lagi.
“Ini tidak hanya berbicara drainase saja, tidak hanya penanganan bencananya oleh BPBD-nya, tidak bisa. Ini harus diorkestrasi dan yang menjadi orkestratornya beliau,” tuturnya.
Sementara itu, Kepala Bagian Hukum Pemerintah Kota Malang Suparno menambahkan bahwa penanganan banjir juga terkait dengan masalah penindakan hukum terkait tata ruang wilayah di kawasan sungai.
Ia mencontohkan, seharusnya tidak boleh ada bangunan dalam jarak 15 meter dari tepi sungai. Namun, upaya penindakan tersebut belum berjalan maksimal karena adanya keterbatasan kewenangan. Dalam konteks penataan wilayah, Pemkot Malang hanya bisa berkoordinasi dengan Balai Besar Wilayah Sungai Brantas.
“Penegakan harus lintas sektor, dari provinsi dan kota,” ucapnya.
Kendati demikian, Suparno menegaskan bahwa ketika ada temuan pelanggaran tata ruang yang wewenangnya berada langsung di bawah Pemkot Malang, penindakan akan langsung dilakukan sesuai regulasi yang berlaku.
“Regulasi sudah ada dan seharusnya tidak pandang bulu, yang melanggar harus kami tindak,” kata Suparno. (anta/red)