Peta Pilpres Dinamis Peneliti Sebut Ada Kemungkinan Muncul Pasangan Prabowo Anies

SURABAYA, Lingkar.news – Lembaga riset politik Surabaya Consulting Group (SCG) menyebut, peta pencalonan presiden dan wakil presiden pada beberapa waktu ke depan akan bergerak sangat dinamis. Bahkan bisa memberi kejutan luar biasa ke publik.

Peneliti Senior SCG Arif Budi Santoso dalam keterangannya di Surabaya, Jawa Timur, pada Rabu, 3 Mei 2023, mengatakan kejutan tersebut salah satunya soal kemunculan duet Prabowo-Anies sebagai pasangan bakal capres dan cawapres.

“Bandul politik masih terus bergerak. Kejutan-kejutan yang bahkan nyaris tak terpikirkan bisa dimungkinkan terjadi, termasuk duet Prabowo-Anies,” kata Arif Budi Santoso.

Dia menjelaskan, dinamika pergerakan politik menjelang penetapan capres dan cawapres oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan dipengaruhi oleh sedikitnya tiga variabel. Pertama ialah pencalonan Ganjar Pranowo sebagai game changer pembuka dari semua permainan catur politik Pilpres 2024.

Survei LSI, Elektabilitas Prabowo Duduki Posisi Puncak Ungguli Ganjar dan Anies

“Pencalonan Ganjar menjadi game changer. Bandul politik berubah tak karuan sejak Ganjar resmi dicalonkan dan tentu ini mengubah skenario-skenario, baik itu skenario Koalisi Indonesia Bersatu (PPP, Partai Golkar, PAN), Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya (Partai Gerindra dan PKB), bahkan Koalisi Perubahan (Partai NasDem, PKS, Partai Demokrat),” jelasnya.

Terbukti, menurut dia, PPP segera mengumumkan dukungannya pada Ganjar Pranowo, yang menurut lingkungan analis politik banyak pula dibahas bahwa PAN juga segera melabuhkan dukungannya ke gubernur Jawa Tengah tersebut.

“Sehingga, KIB otomatis tinggal Golkar yang kini terlihat bergerak menjajaki sejumlah skema, seperti lewat kunjungan Ketum Golkar Airlangga Hartarto ke Prabowo hingga SBY (Susilo Bambang Yudhoyono) dan AHY (Agus Harimurti Yudhoyono). Sehingga, ini membuka banyak potensi skema duet baru,” kata Arif.

Simulasi Pilpres 2024, Elektabilitas Prabowo Dinyatakan Unggul Versi Poltracking

Variabel kedua, lanjutnya, adalah tren elektabilitas tiga bakal capres terkuat, yaitu Ganjar, Prabowo, dan Anies.

“Dengan masifnya gerakan di lapangan dan kemampuan Ganjar merajut dukungan melalui gaya komunikasi yang cair, tren elektabilitasnya diprediksi kian menanjak,” jelasnya.

Terlebih, katanya, secara kemungkinan statistik angka elektabilitas Ganjar bisa kian meningkat karena tingkat popularitasnya belum seoptimal Prabowo dan Anies. Artinya, lanjutnya, ada ruang peningkatan elektabilitas bagi Ganjar jika mampu mengerek popularitasnya lebih tinggi lagi.

“Dengan membaca tren elektabilitas Ganjar semacam itu, bisa dimungkinkan ada pergeseran kesadaran di antara kubu Prabowo dan Anies untuk mengonsolidasikan diri guna menantang Ganjar dengan melahirkan duet Prabowo-Anies. Hitung-hitungan itu dimungkinkan, sehingga terjadi konsolidasi di antara pendukung Prabowo dan Anies yang sebenarnya sedikit beririsan,” katanya.

Selanjutnya, variabel ketiga adalah kebutuhan konsolidasi internal parpol untuk mengamankan suara pemilihan legislatif 2024.

“Setiap parpol kini membutuhkan pengungkit suara sekaligus konsolidator internalnya. Ini terutama untuk parpol yang memiliki capres-cawapres potensial,” kata alumnus Universitas Airlangga Surabaya itu.

Arif mencontohkan majunya Agus Harimurti Yudhoyono di pilpres akan mengonsolidasikan kekuatan Partai Demokrat sehingga suaranya akan aman. Sementara itu, jika Partai Demokrat mendukung Anies tapi AHY tak jadi cawapres, maka yang akan menikmati efeknya tak bisa sepenuhnya Demokrat.

Demikian pula bila Airlangga Hartarto atau Muhaimin Iskandar maju, maka kekuatan Partai Golkar dan PKB akan terkonsolidasi.

“Dengan kalkulasi politik semacam itu, bandul politik bisa terus berubah. Caturnya masih terus dimainkan, sembari tentu harus menghitung presidential threshold. Airlangga-AHY misalnya, sangat dimungkinkan karena Golkar dan Demokrat sama-sama butuh konsolidator internal untuk amankan suara pemilihan legislatif,” ujar Arif.

Untuk diketahui, pendaftaran bakal capres dan cawapres dijadwalkan pada 19 Oktober hingga 25 November 2023.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (UU Pemilu), pasangan capres dan cawapres diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilu yang memenuhi persyaratan perolehan kursi paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau memperoleh 25 persen dari suara sah secara nasional pada pemilu anggota DPR sebelumnya.

Saat ini, ada 575 kursi di parlemen, sehingga pasangan capres dan cawapres pada Pilpres 2024 harus memiliki dukungan minimal 115 kursi di DPR RI. Bisa juga pasangan calon diusung oleh parpol atau gabungan parpol peserta Pemilu 2019 dengan total perolehan suara sah minimal 34.992.703 suara. (Lingkar Network | Koran Lingkar)