JAKARTA, LINGKAR.NEWS – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tujuh orang tersangka baru dalam kasus dugaan suap jual beli jabatan dengan terdakwa Bupati Pemalang nonaktif Mukti Agung Wibowo (MAW). Meski demikian KPK belum mengumumkan siapa para tersangka tersebut karena proses penyidikan yang masih berjalan.
“Adapun identitas tujuh orang yang ditetapkan sebagai tersangka, uraian kronologi dugaan perbuatan pidana dan pasal yang disangkakan akan kami sampaikan detilnya saat penyidikan ini dianggap telah tercukupi seluruh alat buktinya,” ujar Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di Jakarta, Senin (13/3).
Ali menerangkan penetapan tersangka terhadap tujuh orang tersebut dilakukan berdasarkan fakta yang terkuak dalam persidangan terhadap terdakwa Slamet Masduki (SM).
“Dari hasil persidangan perkara terdakwa Plt Sekda Pemalang nonaktif Slamet Masduki, terungkap adanya pihak-pihak lain yang juga turut memberikan suap untuk terdakwa Mukti Agung Wibowo,” ujarnya.
Berita terkait : Terseret Kasus Suap, 4 Pejabat Pemkab Pemalang Dituntut 2 Tahun Penjara
Untuk diketahui, Bupati Pemalang nonaktif Mukti Agung didakwa menerima suap dan gratifikasi terkait promosi dan mutasi jabatan di lingkungan pemerintah daerah tersebut yang totalnya mencapai Rp 7,57 miliar.
Menurut jaksa, terdakwa Mukti Agung Wibowo menerima uang suap dalam dua kesempatan yang berbeda, yakni sebelum pejabat yang memperoleh promosi dilantik dan sesudah dilantik. Uang-uang tersebut diberikan melalui orang dekatnya, Adi Jumal Widodo.
Adapun empat pejabat pemberi suap yang juga diadili dalam perkara tersebut masing-masing Penjabat Sekda Pemalang Slamet Masduki, Kepala BPBD Pemalang Sugiyanto, Kepala Dinas Kominfo Pemalang Yanuarius Natbani, serta Kepala Dinas PUPR Pemalang Muhammad Saleh.
Berita terkait : Lolos PTDH, 5 Oknum Polisi Calo Penerimaan Bintara di Mutasi ke Luar Jawa
Jaksa menyebut gratifikasi tersebut berasal dari para pejabat eselon III dan IV hang memperoleh promosi, kepala sekolah, hingga uang operasional yang berasal dari berbagai dinas.
Perbuatan terdakwa dijerat dengan Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 yang diubah dan ditambahkan dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi. (NAILIN RA – KORAN LINGKAR)