PATI, Lingkar.news – Gerakan Petani Desa Pundenrejo, Kecamatan Tayu, Kabupaten Pati, Jawa Tengah dalam memperjuangkan hak atas tanahnya yang dirampas oleh PT Laju Perdana Indah (LPI) masih terus dilakukan.
Tanah tersebut, sejak pasca kemerdekaan sudah dikuasai dan dimanfaatkan oleh petani Pundenrejo untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Akan tetapi, secara tiba-tiba tanah tersebut berstatus Hak Guna Bangunan (HGB) PT BAPPIPUNDIP yang mana kemudian dijual kepada PT Laju Perdana Indah (LPI) atau Pabrik Gula (PG) Pakis.
Sebenarnya selama tanah berstatus HGB, masyarakat masih tetap menguasai lahan tersebut. Akhirnya muncul konflik, ketika pada tahun 2020 PT Laju Perdana Indah (LPI) merusak tanaman petani dan menggantinya dengan tanaman tebu, sehingga para petani tidak bisa menggarap kembali lahan itu.
Tindakan PT LPI memanfaatkan tanah tersebut untuk menanam tebu, dinilai menyalahi aturan izin pemanfaatan HGB PT LPI.
Beberapa kali warga melakukan aksi untuk merebut kembali tanah tersebut, karena diketahui tahun 2024 ini, HGB PT LPI akan habis. Aksi terakhir yang dilakukan petani pada Selasa, 21 Maret 2023 di kantor ATR/BPN Kabupaten Pati.
Ada empat tuntutan yang dilayangkan Petani Pundenrejo kepada Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten Pati, yang intinya berisi keberatan petani atas perpanjangan HGB PT LPI kepada Kepala Kantor Pertanahan Pati. Selain itu, warga juga menuntut kepada Kepala Kantor Pertanahan Pati untuk memberikan rekomendasi kepada Menteri ATR/BPN agar tidak memperpanjang HGB PT LPI yang cacat.
Diketahui, keempat tuntutan tersebut antara lain pertama, BPN tidak memperpanjang Hak Guna Bangunan (HGB) PT Laju Perdana Indah atau PG Pakis di lahan seluas 7,3 hektare.
Kedua, Warga Pundenrejo meminta Kepala BPN Pati tidak memproses HGB yang belum clear dan clean. Ketiga, warga Pundenrejo tidak mempersalahkan perpanjangan selain pada poin kesatu atau selain di Desa Pundenrejo.
Keempat, Kepala Kantor Pertanahan Pati memberikan rekomendasi kepada Menteri ATR/BPN agar tidak memperpanjang HGB PT LPI yang dinilai cacat.
Kepala Seksi Hak dan Pendaftaran Kantor ATR/BPN Kabupaten Pati, Solikin menyampaikan, bahwa mereka selaku pejabat pertanahan yang paling bawah akan menyampaikan aspirasi mereka kepada para pimpinan. Ia menyebut jika sebelumnya, para petani juga pernah melakukan audiensi ke kementerian terkait masalah ini.
“Sebenarnya penanganan memang di ranah Kanwil dan Pusat. Sehingga pelaksanaan selanjutnya kita menunggu keputusan pusat. Nanti akan kami komunikasikan ke pimpinan, karena kami harusnya clean and clear ketika menerbitkan sertifikat. Maka dari pertemuan hari ini, akan kita teruskan ke pimpinan, bagaimana tindakan kami dalam permohonan hak yang akan diajukan oleh PT LPI,” tegasnya.
Sementara itu Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang, Fajar M Andika yang mendampingi petani mengatakan, jika kasus konflik tanah yang terjadi sejak tahun 2000 ini akan tetap diperjuangkan petani. Karena secara faktual tanah yang sekarang berstatus HGB PT LPI tidak digunakan sebagaimana mestinya, dan masyarakat lebih membutuhkan lahan itu.
“Tanggapan BPN mereka normatif, hanya akan meneruskan surat yang warga kirimkan. Karena harapan kami BPN punya keberpihakan yang jelas kepada masyarakat. Maka langkah selanjutnya jika BPN tidak merespon keinginan warga, akan diadakan aksi lebih besar agar BPN bertindak tegas dan berpihak kepada masyarakat,” ujarnya. (Lingkar Network | Khairul Mishbah – Koran Lingkar)