
JAKARTA, Lingkar.news – Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Bob Hasan menegaskan bahwa pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perampasan Aset akan dilakukan secara transparan. Ia juga memastikan proses legislasi akan mengedepankan prinsip partisipasi publik yang bermakna.
“Tidak boleh ada pembahasan yang tertutup. Semua harus bisa diakses publik,” ujar Bob Hasan di Jakarta, Kamis, 11 September 2025.
Menurutnya, keterlibatan publik tidak hanya sebatas mengetahui judul RUU, tetapi juga memahami substansi dan implikasi hukum yang terkandung di dalamnya.
Bob menyebutkan, pihaknya menargetkan agar RUU Perampasan Aset bisa disahkan pada tahun 2025. Ia menilai aturan ini sangat krusial dalam mendukung reformasi hukum pidana yang tengah berjalan di Indonesia.
Bob mengungkapkan RUU Perampasan Aset akan dibahas secara paralel dengan Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (RKUHAP) yang kini memasuki tahap finalisasi.
Menurutnya, hal ini penting, karena mekanisme perampasan aset berkaitan langsung dengan sistem hukum acara pidana.
“Harus jelas, apakah perampasan aset termasuk pidana asal, pidana tambahan, pidana pokok, atau bahkan masuk ranah perdata,” katanya.
Bob mengingatkan bahwa Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) baru akan mulai berlaku pada 1 Januari 2026.
Oleh karena itu, ia menilai pembahasan RUU Perampasan Aset dan RKUHAP harus dilakukan secara terintegrasi agar tidak terjadi tumpang tindih dalam sistem hukum nasional.
“Jangan sampai salah arah. KUHP berlaku 2026 maka acara dan instrumen hukum lain, termasuk perampasan aset, harus punya fondasi yang kokoh,” pungkasnya.
Jurnalis: Anta
Editor: Rosyid