Nusron Wahid

KAB. SEMARANG, Lingkar.news – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, angkat bicara soal sertifikat hak guna bangunan (SHGB) milik Sugianto Kusuma atau Aguan yaitu PT Cahaya Inti Sentosa (CIS) atas kawasan pagar laut yang ada di wilayah pesisir Tangerang.

“Masalahnya kan sudah selesai, sudah dibatalkan semuanya. Jadi, semua yang di luar garis pantai sudah dibatalkan,” kata Nusron saat di Kelurahan Susukan, Kecamatan Ungaran Timur, Kabupaten Semarang, pada Jumat, 28 Februari 2025.

Nusron juga mengatakan bahwa usai melakukan verifikasi, mayoritas SHGB milik Bos Agung Sedayu Group itu berada di dalam garis pantai atau berada di wilayah daratan.

“Sehingga, semua yang di luar garis pantai sudah dibatalkan, sebanyak 209 sertifikat, sedangkan 13 sertifikat lainnya ini saja yang masih pending. Kenapa pending? karena terjadi dismount pemahaman,” bebernya.

Dismount pemahaman ini, kata Nusron, masih dilakukan penelaahan di mana sertifikat tersebut sebagian bidang ada yang di luar garis pantai dan sebagian bidangnya ada yang masuk di garis pantai.

“Jadi ada yang dua pertiga sertifikat ini di dalam garis pantai, dan yang sepertiganya di luar garis pantai. Memang ada macam-macam pendapat, pendapat yang pertama adalah lebih kuat mana, kalau lebih kuat dalam garis pantai maka semua tidak usah dibatalkan,” terangnya.

Sementara itu, jika lebih kuat yang ada di luar garis pantai maka semuanya harus dibatalkan.

“Karena ada yang bilang juga harus ditugel (dipisahkan, red.) artinya yang pantai ya pantai, yang darat ya darat. Artinya, saat ini memang masih dipertimbangkan, kita ini ikut mazhab yang mana gitu lho,” imbuhnya.

Menteri ATR/BPN itu menyatakan bahwa untuk sertifikat yang lainnya sudah dibatalkan semuanya.

“Artinya gini, sertifikat yang ada di laut Tangerang itu jumlahnya ada 263 sertifikat bentuknya SHGB, 17 sertifikat hak milik (SHM) tahap pertama dulu sudah kita batalkan dengan total 209 sertifikat. Terhadap yang di dalam garis pantai itu jumlahnya 58 sertifikat SHGB dan itu tidak dibatalkan,” katanya.

“Namanya juga di dalam garis pantai, masak orang punya sertifikat di daratan itu tidak boleh, kan boleh. Justru yang tidak boleh itu ada sertifikat tanah yang tidak ada bentuk tanahnya,” sambungnya.

Diketahui, dari 280 sertifikat tersebut, ada 58 sertifikat yang berada di dalam garis pantai dan 222 sertifikat lainnya ada di luar garis pantai. Sementara itu, 209 sertifikat di antaranya sudah dibatalkan. (Lingkar Network | Hesty Imaniar – Lingkar.news)