JAKARTA, Lingkar.news Penulisan ulang sejarah Republik Indonesia yang ditarget rampung pada Agustus 2025 bertepatan dengan HUT ke-80 RI menuai pro kontra.

Anggota Komisi X Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Fraksi PKB, Andi Muawiyah Ramly, dalam rapat di komplek parlemen Senayan, Jakarta mempertanyakan penolakan dari aktivis dan sejarawan terkait penulisan ulang sejarah RI yang digagas Kementerian Kebudayaan (Kemenbud).

Dia menegaskan agar substansi penolakan penulisan ulang sejarah perlu diperjelas karena proyek penulisan sejarah itu melibatkan ahli Sejarah.

“Kita pernah melihat naskah ilmiahnya, ketemu dengan Pak Menteri Kebudayaan. Kok tiba-tiba ada penolakan? Saya melihat supaya tidak terjadi stigmatisasi perlu diperjelas sebetulnya yang ditolak apa. Apakah Kementerian Kebudayaan menulisnya sendiri, apa tidak mengikutsertakan bapak semuanya sebagai sejarawan, ilmuwan. Kalau memang begitu memang harus ditolak,” tuturnya.

Andi mengatakan penulisan ulang Sejarah harus dilakukan secara komprehensif. Jangan sampai DPR juga menolak gagasan tersebut tetapi pada akhirnya menyetujui anggarannya.

“Kalau itu terjadi itu akan sangat tragis, seperti yang pernah kita alami di masa lalu terkait Merdeka belajar,” ucapnya.

Sementara itu Ketua DPR RI Puan Maharani meminta kepada Pemerintah untuk tidak mengaburkan sejarah dalam penulisan sejarah versi terbaru.

Penulisan sejarah versi terbaru, menurut Puan, perlu memperlihatkan kepada generasi muda bahwa Indonesia itu berdiri oleh perjuangan pahlawan dan perjuangan lainnya. Dia mengatakan Indonesia berdiri setelah melalui masa pahit dan getir.

“Pahit dan getirnya, berhasil baiknya, itu karena memang sudah banyak sekali hal yang terjadi,” katanya, Selasa, 20 Mei 2025.

Di sisi lain, dia pun meminta kepada pemerintah untuk tidak terburu-buru dalam menyusun penulisan sejarah versi terbaru itu. Karena penulisan sejarah bangsa ini harus dilakukan secara hati-hati.

Terpisah, Sekretaris Jenderal Partai Gerindra Ahmad Muzani menyatakan bahwa partainya mendukung setiap upaya penulisan ulang sejarah Indonesia selama dilakukan berdasarkan fakta dan data.

“Setiap upaya untuk meluruskan penulisan sejarah itu sesuatu yang baik dan saya kira makin banyak penulisan sejarah yang disajikan kepada generasi muda, generasi saat ini, itu sesuatu yang baik. Sehingga kita bisa mendapatkan kebenaran sejarah yang mendekati kebenaran,” kata Muzani saat ditemui awak media di Kantor DPP Partai Gerindra, Jakarta, Rabu, 21 Mei 2025.

Hal itu disampaikan Muzani menanggapi pernyataan anggota Komisi III DPR RI Yasonna Laoly mengenai perlunya pelurusan narasi sejarah, khususnya terkait peristiwa 1965, yang selama ini dinilai membingungkan dan tidak konsisten.

Ia menegaskan penulisan sejarah sebaiknya dilakukan secara terbuka dengan menyajikan fakta-fakta sebagaimana adanya tanpa manipulasi.

Dengan demikian, publik, khususnya generasi muda, dapat melakukan penilaian yang objektif terhadap peristiwa-peristiwa penting dalam perjalanan bangsa.

“Sejarah itu tidak pernah mendapatkan kebenaran final, tetapi yang harus disajikan adalah fakta dan data yang apa adanya. Biar nanti pembaca, generasi, yang menilai tentang kebenaran sejarah itu,” ujarnya.

Saat ditanya apakah Partai Gerindra juga mendukung pelurusan sejarah terkait peristiwa 1965 dan kasus-kasus pelanggaran hak asasi manusia (HAM), Muzani menjawab singkat namun tegas, “Semua sejarah. Semua sejarah yang menjadi perjalanan bangsa ini.”

Sebelumnya, Menteri Kebudayaan Fadli Zon menargetkan penulisan sejarah Indonesia versi terbaru rampung pada Agustus 2025 bertepatan dengan HUT ke-80 RI yang diperingati setiap tanggal 17 Agustus.

Fadli Zon optimistis target itu tercapai mengingat proyek penulisan sejarah itu dikerjakan oleh lebih dari 100 ahli sejarah dari berbagai universitas di Indonesia.

Dia mengatakan untuk bagian-bagian yang direvisi, ditambahkan, ataupun diluruskan pun mengikuti hasil kajian para ahli, dan buku-buku sejarah Indonesia yang dituliskan sebelumnya.

“Kami akan update dan menambah beberapa jilid tentu mendasarkan kepada buku-buku yang sudah ada,” kata dia.

Jurnalis: Antara
Editor: Ulfa Puspa