JAKARTA, Lingkar.news – Mahkamah Konstitusi (MK) menolak uji materi terhadap Undang-Undang (UU) Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) terkait masa berlaku surat izin mengemudi (SIM).
Perkara uji materi UU LLAJ tersebut dimohonkan oleh seorang advokat bernama Arifin Purwanto terhadap Pasal 85 ayat (2) UU LLA, yang dalam petitumnya meminta masa berlaku SIM diganti menjadi seumur hidup. Dalam pasal tersebut, disebutkan bahwa SIM berlaku selama lima tahun dan dapat diperpanjang.
“Amar putusan mengadili, menolak permohonan pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pengucapan putusan di Gedung MK RI, Jakarta, pada Kamis, 14 September 2023.
DPR RI Tanggapi Gugatan UU LLAJ soal SIM, Nopol, dan STNK Berlaku Seumur Hidup
MK berkesimpulan bahwa, permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum, sehingga permohonan ditolak untuk seluruhnya.
“Pokok permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum untuk seluruhnya,” kata Anwar Usman.
Dijelaskan hakim konstitusi, dalil pemohon yang meminta agar masa berlaku SIM disamakan dengan KTP elektronik (KTP-el) tidak dapat diterima karena dua dokumen tersebut berbeda fungsinya.
Hakim konstitusi Enny Nurbaningsih mengatakan SIM merupakan dokumen yang mewajibkan pemohonnya memiliki kompetensi dalam mengemudi dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan.
“Selain itu, SIM berfungsi sebagai registrasi pengemudi kendaraan bermotor yang memuat keterangan identitas lengkap pengemudi dan data pada registrasi pengemudi yang dapat digunakan untuk mendukung kegiatan penyelidikan, penyidikan, dan identifikasi forensik kepolisian,” jelas Enny.
Sementara itu, kata Enny, KTP-el berfungsi sebagai identitas kependudukan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Pemohon KTP-el juga tidak perlu memiliki kompetensi tertentu seperti SIM.
“Oleh karena perbedaan tersebut, masa berlaku KTP-el adalah seumur hidup karena dalam penggunaannya, KTP-el tidak memerlukan evaluasi terhadap kompetensi pemilik KTP-el,” katanya.
Lebih lanjut, mengenai masa perpanjangan SIM, MK menilai hal itu cukup beralasan. Hal itu karena pemilik SIM perlu dievaluasi dan diawasi kondisi kesehatan jasmani dan rohani serta kompetensi atau keterampilan dalam hal mengemudi.
“Dalam batas penalaran yang wajar, kemungkinan terjadinya perubahan pada kondisi kesehatan jasmani dan rohani pemegang SIM dapat berpengaruh pada kompetensi atau keterampilan yang bersangkutan dalam mengemudi kendaraan bermotor,” kata Enny.
Lebih dari itu, MK berpandangan bahwa perpanjangan SIM setiap lima tahun sangat fungsional untuk memperbarui data pemegang SIM.
Hal itu berguna untuk mendukung kepentingan aparat penegak hukum dalam melakukan penelusuran keberadaan pemegang SIM dan keluarga apabila terjadi kecelakaan, tindak pidana lalu lintas, atau tindak pidana pada umumnya.
“Selain itu, pentingnya dilakukan evaluasi dalam masa perpanjangan SIM, karena pemeriksaan terhadap kondisi kesehatan jasmani dan rohani setiap lima tahun sekali mengandung nilai sosial bahwa keselamatan pemegang SIM serta orang lain yang ada di ruang jalan wajib dihormati dan dijaga,” papar Enny.
Terdapat alasan berbeda atau concurring opinion terhadap putusan tersebut. Hakim konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh mendorong pembentuk UU mempertimbangkan kebijakan afirmatif SIM seumur hidup bagi kelompok lanjut usia (lansia).
“Saya berpendapat sama dengan mayoritas hakim konstitusi bahwa permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum. Namun, ke depan kepada pembentuk UU perlu dipertimbangkan adanya kebijakan afirmatif bagi kelompok lansia untuk diberikan SIM seumur hidup,” kata Daniel. (Lingkar Network | Anta – Lingkar.news)