SEMARANG, Lingkar.news – Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), dr. Hasto Wardoyo, mengungkapkan bahwa keputusan pasangan nikah untuk tidak memiliki anak (childfree) dapat berdampak negatif terhadap masa depan bangsa Indonesia. Menurutnya, hal ini menjadi masalah karena Indonesia belum mengalami bonus demografi dan kondisi generasi lanjut usia yang rata-rata memiliki pendidikan rendah.
Hasto menjelaskan bahwa populasi yang saat ini menua semakin tinggi, sedangkan generasi di bawahnya yang lebih sedikit dapat menimbulkan ketidakseimbangan struktur demografis.
“Jadi nanti kan populasi yang sekarang sudah usia hampir tua itu kan banyak. Generasi ‘baby boom’ ini kan banyak. Kalau ini naik menjadi usia tua, (generasi) yang di bawahnya itu sedikit, itu berbahaya,” kata Hasto saat ditemui di Semarang, Jawa Tengah, pada Rabu, 26 Juni 2024.
Selain itu, Hasto membandingkan keputusan childfree di Indonesia dengan negara maju seperti Jepang. Menurutnya, perbedaan kondisi ekonomi dan pendidikan antara kedua negara tersebut menjadi faktor penting dalam menilai dampak keputusan tersebut terhadap masyarakat.
“Orang Jepang sih yang tua, pendidikannya tinggi, ekonominya maju. Tapi kita (Indonesia) yang tua kan pendidikannya masih rendah,” ucap Hasto.
Hasto juga menyoroti masalah kesehatan terkait dengan keputusan childfree, seperti peningkatan risiko kanker pada perempuan yang tidak hamil atau tidak menyusui. Dia menggarisbawahi pentingnya fungsi reproduksi dalam mempengaruhi kesehatan perempuan secara keseluruhan.
“Nikah dan hamil itu sehat loh. Karena orang yang punya kanker payudara, juga cenderung orang yang tidak menyusui. Sehingga menyusui, memberikan air susu, hamil itu memberikan kesehatan,” ucapnya.
Dalam pandangannya, Hasto menegaskan perlunya anak muda untuk tidak hanya mempertimbangkan aspek emosional dalam mengambil keputusan childfree, tetapi juga memahami manfaat dari fungsi reproduksi dalam konteks keseimbangan populasi dan pembangunan ekonomi.
“Fungsi seorang perempuan hamil dan melahirkan itu ternyata ada manfaat, tidak hanya masalah keseimbangan penduduk. Tapi kalau saya sendiri program saya mendorong untuk jangan ‘childfree’,” ucap Hasto.
Dia juga menyebutkan angka kelahiran ideal untuk setiap pasangan menikah adalah 2,1 anak, namun saat ini angka tersebut di Indonesia sudah mendekati angka nol pertumbuhan. Hal ini menunjukkan adanya pengaruh dari tren childfree yang semakin meningkat di beberapa wilayah, termasuk Jawa Tengah.
“Harusnya perempuan itu rata-rata punya anak 2,1. Secara nasional angkanya 2,18. Tapi di Jawa Tengah itu 2,04. Jadi sudah terlalu sedikit, akan menjadi ‘zero growth’ atau ‘minus growth’. Ada sedikit banyak ada pengaruhnya (dari) itu (childfree),” ucapnya. (Lingkar Network | Anta – Lingkarjateng.id)